Latar belakangku adalah dari keluarga baik-baik, kami tinggal di sebuah perumahan di kawasan ****** di Bandung. Sebagai mahasiswa baru aku termasuk aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, kebetulan aku menyukai kegiatan outdoor ataupun alam bebas.
Aku memang mewarisi bakat ayahku yang merupakan seorang pemburu yang handal, hal inilah yang membuat darah petualangku menggelora. Memasuki pertengahan semester aku mulai kenal dan akrab dengan seorang cewek, sebut saja namanya Ema. Aku tertarik padanya karena ia orangnya juga menyukai kegiatan alam bebas, berburu misalnya.
Awalnya sih aku agak heran juga kenapa cewek cantik seperti dia suka “meng*kang” sen*pan yang notabene berat dan kemudian meng*liti binatang hasil buruannya dengan ber*ngas. Hemmm… kegar*nganya bak macan betina inilah yang aku sukai, aku suka melihat b*ah d*danya yang menantang dibalut baju pemburu yang ketat dan kebiasaannya menggigit bibir bawahnya ketika meng*kang sen*pan.
Bibir merah yang s*ksi itu sering mengundang ga*rahku. Karena ada kec*c*kan, kami akhirnya jadian juga dan resmi pacaran tepatnya pada waktu akhir semester pertama. Kami berdua termasuk pasangan yang serasi, apa mau dikata lagi tubuhku yang tinggi tegap dapat mengimbangi parasnya yang langsing dan padat.
Pacaran kami pada awalnya normal-normal saja, yahhh.. sebatas c*uman saja biasa kan? Dan aku melihat bahwa Ema itu orangnya blak-blakan kok. Semuanya berubah setelah pengalamanku di sebuah panti p*jat. Hari itu Minggu 12 April 2024 aku masih ingat betul hari itu, aku dan ayahku berburu di sebuah gunung di daerah Jatiluhur tentu saja setelah berburu seharian badan terasa capai dan lemah.
Malamnya aku memutuskan untuk mencari sebuah panti p*jat di Bandung, dengan mengendarai Land Rover-ku aku mulai menyusuri kota Bandung. Dan akhirnya tempat itu kutemukan juga, aku masuk dan langsung menemui seorang gadis di meja depan dan aku dipersilakan duduk dulu.
Tak lama kemudian muncullah seorang gadis yang berpakaian layaknya baby sitter dengan warna putih ketat dan rok setinggi lutut. Wuahh… cantik juga dia, dan pasti juga mer*ngs*ng lib*doku. Dengan ramah ia mempersilakan aku masuk ke ruang p*jat, ruangan selebar 4×4 dengan satu ranjang dan sebuah kipas angin menggantung di atasnya.
“Bajunya dibuka dulu ya Bang…” katanya dengan tersenyum m*nis,
“OK lahh..” sambutku dengan semangat. “Tapi kipasnya jangan dinyalain yah, dingin nih..”
Dia pun mengangguk tanda p*ham akan keinginanku.
Kubuka sweaterku dan aku pun berbaring, aku memang sengaja tidak memakai t-shirt malam itu.
“Celananya sekalian dong Bang,” katanya.
“Emmm.. Lo yang bukain deh, males nih..”
Dia pun tersenyum dan agaknya memahami juga h*sratku. “Ahh.. kamu manja deh,” katanya, dengan cekatan tangannya yang mulus dan lentik itu pun mencopot sabuk di pinggangku kemudian melucuti celanaku. Wah dia kelihatannya agak n*fsu juga melihat tubuhku ketika hanya ber-**, terlihat “adik”-ku m*nis tersembul dengan gagahnya di dalam sarangnya.
“Eh.. ini dicopot sekalian ya? biar enak nanti mijitnya!”
“Wahhh… itu nanti aja deh, nanti malah berdiri lagi,” kataku setengah bercanda.
Lagi-lagi ia menyunggingkan senyum m*nisnya yang menawan. Kemudian aku tengkurap, ia mulai memijitku dari punggung atas ke bawah.
“Wah.. pijitanmu enak ya?” pujiku.
“Nanti kamu akan merasakan yang lebih enak lagi,” jawabnya.
“Oooh jadi servis plus nih?” tanyaku.
“Mmm… buatmu aku senang melakukannya,” p*jatannya semakin ke bawah dan sekarang tangannya sedang menari di pinggangku, wah geli juga nih, dan kem*luanku pun mulai “bereaksi kimia”.
“Eh.. balikkan badan dong!” pintanya.
“Ok.. ok..”
Aku langsung saja berbaring. Tentu saja b*tanganku yang er*ksi berat terlihat semakin menggunung.
“Wahh.. belum-belum saja sudah ng*ceng yaa..” godanya sambil tangannya memegang kem*luanku dengan jarinya seakan mengukur besarnya.
“Habisnya kamu mer*ngs*ng sihh..” kataku.
“Nah kalo begitu sekarang waktunya dicopot yah? biar enak itu punyamu, kan sakit kalau begitu,” pintanya.
“OK, copot aja sendiri,” aku memang udah nggak tahan lagi, abis udah er*ksi penuh sih.
Dengan bersemangat gadis itu memelorotkan **-ku, tentu saja kem*luanku yang sudah berdiri tegak dan keras meng*cung tepat di mukanya.
“Ck.. ck.. ckk.. besar amat punyamu, berapa kali ini kamu latih tiap hari,” katanya sembari tertawa.
“Ah… emangnya aku suka ‘l*jon’ apa…” jawabku.
Ia menyentuh kepala kem*luanku dengan penuh n*fsu, dan mengelusnya. Tentu saja aku kaget dan keenakan, habis baru pertama kali sih.
“Ahhh.. mau kau apakan adikku?” tanyaku.
“Tenanglah belum waktunya,” ia mengelusnya dengan lembut dan mer*bai juga kantong z*karku.
“Wah.. hh.. jangan berhenti dulu, aku mau keluar nih,” sergahku.
“Haha.. baru digitukan aja udah mau keluar, payah kamu,” ledeknya.
“Entar lagi lah, pijitin dulu badanku,” kataku.
“OK lah…”
Ia mulai mengambil minyak p*jat dan memijat tangan dan d*daku. Wahhh ia naik dan duduk di perutku. Sialan! belahan d*danya yang putih mulus pun kelihatan, aku pun terbelalak memandangnya.
“Sialan! montok bener t*tekmu,” dan tanganku pun mulai gerilya mer*ba dan memeganginya, ia pun mengerjap, p*jatannya pun otomatis terhenti.
Setelah agak lama aku mer*bai gunungnya ia pun turun dari perutku, ia perlahan membuka kancing bajunya sampai turun ke bawah, sambil menatapku dengan penuh n*fsu.
Ia sengaja mempermainkan perasaanku dengan agak perlahan membuka bajunya.
“Cepatlahh.. ke sini, kasihan nih adikku udah menunggu lama…” aku sambil meng*c*k sendiri kem*luanku, habis nggak tahan sih.
“Eits… jangan!” ia memegang tanganku.
“Ini bagianku,” katanya sambil menuding adikku yang seakan mau meledak.
Tak lama ia kemudian mengambil minyak p*jat dan mengoleskan ke kem*luanku.
“Ehmm… ahhh…” aku pun menggelinjang, namun ia tak peduli, malah tangannya semakin cekatan memainkan kem*luanku.
“Augghh… aku nggak tahan nihhh…”
Kemudian ia mulai mengh*sapnya seraya tangannya mengelus buah z*karku.
“Aduhhh… arghh.. aku mau keluar nihhh!”
Kemudian kem*luanku berdenyut dengan keras dan akhirnya “Croottt…” m*niku memancar dengan derasnya, ia terus meng*c*knya seakan m*niku seakan dihabiskan oleh k*c*kannya.
“Aahhh…” aku melenguh panjang, badanku semua mengejang. Ia kelihatanya suka cairanku, ia menj*latinya sampai bersih, aku pun lemas.
“Gimana… enak kan? tapi kamu payah deh baru digituin dikit aja udah ‘KO’,” godanya.
“Habbiss kamu gitukan sih, siapa tahannn…”
Ia memakluminya dan agaknya tahu kalau aku baru pertama kalinya.
“Tuh kan lemes, punyamu mengkerut lagi,” sambil ia memainkan kem*luanku yang sudah nggak berdaya lagi.
“Entar ya, nanti kukerasin lagi,” katanya.
“Hufff… OK lah,” kataku pasrah.
Dengan masih menggunakan br* dan ** ia mulai memijatku lagi. Kali ini ia memijat p*haku dan terkadang ia menj*lati kem*luanku yang sudah lemas.
“Ihhh… lucu ya kalau sudah lemes, kecil!” ia mengejekku.
Aku yang merasa di-”KO”-nya diam saja. Sembari ia memijat p*haku, d*danya yang montok kadang juga menggesek kakiku, wahhh kenyal sekali!
“Kenapa liat-liat, n*psu ya ama punyaku?” katanya.
“Wahhh, bisa-bisa adikku terusik lagi nih,” jawabku.
Aku sambil mengelus dan meng*c*k sendiri kem*luanku sembari melihat geliat gadis itu memijatku.
“Wah dasar tukang col* kamu…” serangnya.
“Biar aja, akan kubuktikan kalo aku mampu bangkit lagi dan meng-’KO’ kamu,” kataku dengan semangat.
Benar juga kem*luanku yang tadinya tidur dan lemas lambat laun mulai naik dan mengeras.
“Tuh.. berdiri lagi,” katanya girang.
“Pasti!” kataku.
Aku tidak melewatkan kesempatan itu, segera kuraih tangannya dan aku segera menindihnya.
“Uhhh.. pelan dikit doong!” katanya.
“Biar aja, habis kamu n*ps*in sih…” kataku.
Dengan cepat aku melucuti ** dan **-nya. Sekarang kelihatan semua gunung kembarnya yang padat berisi dengan p*ting merahnya serta lubang kem*luannya yang bagus dan merah. Langsung saja kuj*lati puncak gunungnya dengan penuh n*fsu, “Emmm.. nikmat, ayo terusin..” d*sahnya membuatku berdebar.
Kulihat tangannya mulai mer*bai kem*luannya sendiri sehingga kelihatan basah sekarang. Tandanya ia mulai bern*fsu berat, aku pun mengambil alih tangannya dan segera menjulurkan lidahku dan kumainkan di lubang kem*luannya yang lezat.
Ia semakin menjadi, d*sahannya semakin keras dan geliat tubuhnya bagaikan cacing, “Ahhh… uhhh ayo lah puaskan aku…” ia pun mulai menggapai b*tang kem*luanku yang sudah keras, “Ayolah masukkan!” tanpa basa-basi aku pun menanc*pkan b*rangku ke lubang kem*luannya.
“Slep.. slepp!”
“Arghh… ihhh… ssshhh,” ia agak kaget rupanya menerima hujaman pusakaku yang besar itu.
“Uahhh.. ennakkk…” katanya.
Mulutnya megap-megap kelihatan seperti ikan yang kekurangan air, aku pun semakin semangat memompanya. Tapi apa yang terjadi karena terlalu bern*fsunya aku tidak bisa mengontrol m*niku. “Heggh… hegghh… ahhh, ehmm… aku mau keluar lagi nihh!” kataku.
“Sshhh… ahhh ah… payah lo, gue tanggung ni… entar donk!”
“Aku sudah tidak tahan lagii…”
Tak lama kemudian b*tang kem*luanku berdenyut kencang.
“Aaaku keluarrr…” erangku.
“Ehhh… cepat cabut!” sergapnya.
Aku pun mencabut b*tang kem*luanku dan ia pun segera mengh*sapnya.
“Ahhh… shhh…!”
“Crot… crottt… crottt” memancar dengan derasnya m*niku memenuhi mulutnya dan berceceran juga di gunung kembarnya yang masih teg*ng.
“Ugghh…” aku pun langsung tumbang lemas.
“Aduh… gimana sih, aku nanggung nihh… loyo kamu.”
Aku sudah tidak bisa berkata lagi, dengan agak sewot ia berdiri.
“Ahhh… kamu menghabiskan cairanku yaaa.. lemes nihh,” kataku.
“Udah lahh.. aku pergi,” katanya sewot.
“Ya udah sana… thanks ya Sayang…” ia pun berlalu sambil tersenyum.
Pengalaman malam itu seakan telah merubah pandanganku tentang cewek.
Aku berpikir semua cewek adalah penyuka s*ks dan penyuka akan kem*luan lelaki. Atas dasar itulah kejadian ini terjadi. Siang itu aku bertemu sama pacarku.
“Ehhh.. abis ngapain kamu Ndra? kok kelihatanya lemes amat? sakit yah…” tanyanya.
“Ah nggak kok, kemaren abis berburu sama ayahku,” jawabku singkat.
“Ohh.. gitu ya,” ia kelihatannya mulai p*ham.
Memang siang itu mukaku kelihatan kusut, sayu dan acak-acakan. Pokoknya kelihatan sekali deh kalau orang habis ** jor-joran, tapi kelihatannya “Yayang”-ku tidak curiga.
“Eh besok hari Rabu kan kita nggak kuliah,” katanya.
“Iya memang enggak..” jawabku.
“Kita berenang yuk?” ajaknya.
“Emm… OK jadi!” jawabku mantap.
Yayangku memang hobi berenang sih, jadi ya OK saja deh. Karena hari itu sudah sore, waktu menunjukkan pukul 04:55, aku segera menggandeng tangan Ema, “Ayo lah kita pulang, yok kuantar..” dia pun menurut sambil memeluk tanganku di d*danya.
Malamnya aku tidak bisa tidur, gadis pemijat itu pun masih berputar di otakku dan tidak mau pergi. Bayangan-bayangan gerakan tangannya yang luwes serta his*pan kenikmatan yang kurasakan waktu itu tidak bisa dilupakan begitu saja dari benakku, “Sialan! bikin k*nak aja luh…” gerutuku. Aku pun hanya gelisah dan tidak bisa tidur, karena kem*luanku tegang terus.
Aku pun berusaha melupakannya dengan memeluk guling dan berusaha untuk tidur, tetapi hangat liang kem*luannya mencengkeram kuat pusakaku masih saja menghantui pikiranku. “Ahhhh…aku nggak tahan nih…” segera kucopot celana dan **-ku, kuambil baby oil di meja, aku pun on*ni ria dengan nikmatnya,
“Ahhh…” kugerakkan tanganku seolah menirukan gerakan tangan gadis itu sambil membayangkan adegan demi adegan kemarin malam itu. “Huff…” nafasku semakin memburu, gerakan tanganku semakin cepat dibuatnya. Kurang lebih 5 menit kemudian “Crott!” tumpahlah cairan m*niku membasahi perut dan sprei sekitarku. Aku pun langsung tidur, “Zzz..”
Paginya pukul 07:00 kakak perempuanku masuk ke kamar untuk membangunkanku. Karena kamarku tidak dikunci, betapa terbelalaknya dia ketika melihat aku tanpa celana tidur terlentang dan melihat b*tanganku sudah berdiri dan di perutku terdapat bekas m*ni yang mengering.
“Andraaa… apa-apaan kau ini ha!” hardiknya, aku terkejut dan langsung mengambil selimut untuk menutupi b*tangan kerasku yang menjulang.
“Eh … Kakak.. emm…” kataku gugup.
“Kamu ngapain ha…? sudah besar nggak tau malu huh..!”
Au cuek saja, malah aku langsung melepas selimut dan meraih celanaku sehingga kem*luanku yang tegang tampak lagi oleh kakakku.
“Iiihhh… nggak tau malu, barang gituan dipamerin,” ia bergidik.
“Biar aja… yang penting nikmat,” jawabku enteng,
Kakak perempuanku yang satu ini memang blak-blakan juga sih. Ia menatapnya dengan santai, kemudian matanya tertuju pada baby oil yang tergeletak di kasurku.
“Sialan… kamu memakai baby oil-ku yah? Dasarrr!”
Ia ngomel-ngomel dan berlalu, aku pun hanya tertawa cekikikan. “Brak!” terdengar suara pintu dibanting olehnya, “Dasar perempuan! nggak boleh liat cowok seneng,” gerutuku.
Aku pun dengan santainya keluar kamar dan sarapan sebelum mandi, kulihat kakak perempuanku sedang lihat TV.
“Eh… Kak minta sampoonya dan sabunnya dong!” pintaku.
“Ogah ah… entar kamu buat macam-macam, pokoknya nggak mau,” jawabnya ketus.
“Huhh.. weee!” aku mencibir.
Aku langsung saja mandi dan sarapan. Sekitar pukul 08:00 kustater Land Rover kesayanganku dan langsung kupacu ke tempat Ema, mungkin ia sudah menungguku. Benar juga sampai di depan pagar rumahnya ia sudah menungguku di depan teras rumahnya.
“Haii… kok agak terlambat sih Say?” tanyanya.
“Eh… sori nih trouble dengan kakak perempuan,” dalihku.
“OK lah, mari kita berangkat!”
Kami pun langsung tancap menuju tempat tujuan kami yaitu kolam renang di kawasan Cipanas. Yah, maklum saja itu hari Rabu maka perjalanan kami lancar karena tidak terjebak macet. Kurang lebih 2 jam perjalanan santai kami sampai di tempat tersebut.
“Eh.. yang sini sajalah, tempatnya enak loh,” pintanya.
“Baiklah Sayaang…” kataku.
Kami berdua langsung saja masuk.
“Yang, aku ganti dulu yah… kamu ikut nggak?” ajaknya.
“Yuk, sekalian saja aku juga mau ganti.”
Di kolam renang itu paling hanya terdapat segelintir orang yang sedang berenang, karena tempat itu ramai biasanya pada hari Minggu.
“Emmm… kita ganti baju bersama saja yah? biar asyikk..” katanya.
Aku spontan menganggukkan kepalaku. Di dalam ruang ganti kami pun segera meletakkan tas kami dan segera melepas baju, Yayangku ganti baju terlebih dahulu. Ia mencopot dulu kaosnya, Ema memang penyuka kaos ketat dan celana jins, melihatnya melepas kaosnya aku pun hanya terpaku tak berkedip.
“Kenapa Sayang… ayolah lepas bajumu,” katanya sambil tersenyum.
“Habbis… aku suka memandangmu waktu begitu sih,” dan dia hanya tertawa kecil.
Aku pun segera mencopot t-shirtku dan celana panjangku dan cuma ** yang kutinggalkan. Tanpa ragu-ragu aku pun memelorotkan **-ku di depan pacarku karena ingin ganti dengan celana renang,
“Wahhh… Yayang ni..” katanya sedikit terkejut. Rupanya ia agak kaget juga melihat b*tang kem*luanku yang setengah er*ksi.
“Kok tegang sih Say?” selidiknya manja.
“Habis kamu montok sih..” jawabku seraya memakai celana renang yang super ketat.
“Wahhh… hemmm,” goda pacarku ketika melihat kem*luanku tampak menyembul besar di balik celana renang itu, dia itu memang asyik orangnya.
“Nahh… aku sudah beres,” kataku setelah memakai celana itu.
“Eh.. bantu aku dong!” dia tampaknya kesulitan melepas br*nya.
“Sini aku lepasin…” kataku.
Kemudian kulepaskan br*nya. Astaga, sepasang daging montok dan putih terlihat jelas, hemmm spontan saja b*tang kem*luanku tegang dibuatnya.
“Ah… sayang, d*damu indah sekali,” kataku sambil berbisik di belakang telinganya.
Langsung saja ia kupeluk dari belakang dan kuc*umi telinganya.
“Eeh.. kamu ingin ** di sini yah?” jawabnya sambil memegang tengkukku.
Aku tidak menjawab. Tanganku langsung bergerilya di kedua gun*ng kembarnya, kur*mas-r*mas dengan mesra dan kupelintir lembut p*tingnya yang masih merah segar, “Ah… Sayang!” d*sahnya pendek, b*tang kem*luanku yang sudah tegak kugesek-gesekkan di pant*tnya, wahhh.. nikmat sekali, dia masih memakai celana sih.
“Aduh… keras sekali, Yayang ng*ceng yah…” godanya.
“Dah tau nanya.. hhh,” kataku terengah.
Buah d*danya semakin keras saja, rupanya ia mulai ter*ngs*ng dengan remasanku dan c*umanku di telinganya.
“Ehhhmm… uhhh,” lenguhnya sambil memejamkan mata.
Melihat gelagat tersebut aku menurunkan tanganku ke ritsleting celananya, kulepas kancingnya dan kupelorotkan ritsletingnya, ia agaknya masih agak ragu juga, terbukti dengan memegang tanganku berupaya menahan gerakan tanganku yang semakin nakal di daerah sel*ngk*nganya.
Tetapi dengan c*umanku yang membabi buta di daerah tengkuknya dan rem*sanku yang semakin mesra, akhirnya tanganku dilepasnya, kelihatannya ia sudah ter*ngs*ng berat. Tanpa basa-basi tanganku langsung menelusup ke **-nya. Wahh… terasa bulu-bulu halus menumbuhi sekitar liang kem*luannya. Kur*ba kl*torisnya, “Aghhh… oouhh.. sayang kamu nakal deh,” dengusnya sambil mengerjap.
Ia langsung membalikkan tubuhnya, memelukku erat dan meraih bibirku, “Cupppp…” wah ia lihai juga melakukan Fr*nch Kiss. Dengan penuh n*fsu ia melahap bib*rku. Cewekku yang satu ini memang b*nal seperti singa bet*na kalau sudah ter*ngs*ng berat.
Agak lama kami ber-Fr*nch Kiss ria, perlahan ia mulai menurunkan kepalanya dan ganti memangsa leherku, “Aahhh… geli sayang,” kataku. Rupanya debar jantungku yang menggelegar tak dirasakan olehnya. ia langsung mendorongku ke tembok, dan ia pun menc*umi d*daku yang bidang dan berbulu tipis itu.
“Wah… d*damu s*ksi yah…” katanya bern*fsu. Menjulurlah lidahnya menj*lati d*daku “Slurrppp…” j*latan yang cepat dan teratur tersebut tak kuasa menahan adikku kecil yang agak menyembul keluar di balik celana renangku. Jil*tannya semakin lama semakin turun dan akhirnya sampai ke pusarku.
Tangan pacarku kemudian mer*bai b*tang kem*luanku yang sudah keras sekali. Aku pun sangat bern*fsu sekali karena mengingatkanku pada gadis panti p*jat yang mer*bai lembut kem*luanku. “Ahhh.. Sayang…” d*sahku tertahan. Dengan cekatan ia memelorotkan celana renangku yang baru saja kupakai, alhasil b*tanganku yang keras dan panjang pun mendongak gagah di depan mukanya.
“Ihh… gila punyamu Sayang…” katanya.
“Ema… h*sap dong Sayang!” pintaku.
Ia agak ragu melakukan itu, maklum ia masih v*rgin sih. Ia belum menuruti permintaanku, ia hanya meng*c*k pelan namun gerakan k*c*kannya pun masih kaku, sangat berbeda dengan gadis pemijat tempo hari.
“Ssshhh… uahhh…” aku pun mend*sah panjang menahan kenikmatanku.
“Sss… sayang h*sap dong!”
Aku pun menarik kepalanya dan mendekatkan bibirnya yang mungil ke kepala kem*luanku, sekali lagi ia agak ragu membuka mulut.
“Aah… nggak mau Say, mana muat di mulutku…” jawabnya ragu.
“Egh… tenang saja sayang, pelan-pelan lah,”
Dia agaknya memahami gej*lakku yang tak tertahan. Akhirnya ia memegang b*tanganku dan menjulurkan lidahnya yang mungil menj*lati kepala kem*luanku.
“Slurpp… slurpp…” sejuk rasanya.
“Mmhhh… ahh, nah begitu Sayang… ayo teruss… ahh ssshh, buka mulutmu sayang.”
Ia masih saja menj*lati kepala dan leher kem*luanku yang meng*cung menantang langit, lama-lama ia pandai juga menyenangkan lelaki, j*latannya semakin berani dan menjalar ke kantong semarku.
“Ih… bau nih sayang.. tadi nggak mandi ya?” katanya menggoda ketika menj*lati buah z*karku yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aku memang merawat khusus adikku yang satu ini.
“Ihh.. nggak lah sayang, kan yang penting nikmat,” kataku tertahan.
Mulut mungil Ema perlahan membuka, aku pun membimbing b*tang kemluanku masuk ke mulutnya. “Mmhh.. eghh…” terdengar suara itu dari mulut Ema ketika b*tangku masuk, tampaknya ia menikmatinya. Ia pun mulai mengh*sapnya dengan bern*fsu.
“Slerpp.. cep..”
“Ahhh… mmmm.. oohhh…” d*sahku penuh kenikmatan.
“Mmmhh… sayang, nikmatttt sekali…” gumamku tidak jelas.
Setelah agak lama, aku pun menarik kem*luanku dari mulut Ema. Segera kubopong tubuhnya ke bangku panjang di dalam ruang ganti. Kurebahkan badannya yang lencir dan montok di sana, dengan keadaan pusakaku yang masih meng*cung, kupelorotkan celana jins Ema dengan penuh n*fsu, “Syuutt…” dan tak lupa **-nya. Ia pun tampaknya pasrah dan menikmatinya karena tangannya mer*bai sendiri p*ting susunya.
Kemudian tampaklah lubang kem*luannya yang merah dan basah, aku pun segera mendekatkan kepalaku dan… “Slurp,” lidahku kujulurkan ke klitorisnya.
“Hemmm… slurp…”
“Aachhh… uhhh!” d*sahnya panjang menahan kenikmatan yang dirasakan tarian lidahku di kem*luannya yang sangat lincah, makanya Ema mati keenakan dibuatnya.
“Sssh… sshhss…” desisnya bagaikan ular kobra.
“Andraaa… aku nggak tahan lagiii…” ia menggeliat tak karuan.
“Akuuu… nyampai nihhh…”
J*latanku semakin kupercepat dan kutambah c*uman mesra ke bibir kem*luannya yang harum, “Cup… cupp,” kelihatannya ia hampir mencapai puncak karena kem*luannya memerah dan banjir.
“Sshh… aahh… oohhh Yaangg… aku keluarrr…” erangnya menahan kenikmatan yang luar biasa.
Benar juga cairan kem*luannya membanjir menebar bau yang khas. Hemm enak, aku masih saja menj*latinya dengan penuh n*fsu.
“Aduhhh… hhh… Sayang, aku udah nihh…” katanya lemas.
“Ma, aku masih k*nak nih…” kataku meminta.
Langsung saja tanganku ditariknya dan mendudukkanku di atas perutnya, b*tang kem*luanku yang masih tegang menantang belum mendapat jatahnya. Langsung saja Ema mengambil lotion “Tabir Surya” dan mengolesinya ke b*tang kem*luanku dan ke d*danya yang montok, dan ia segera mengapitkan kedua gunung geulis-nya agar merapat.
Ia mengambil lagi lotion itu, dan mengusapkan ke kem*luanku, “Ahhhh…” aku pun hanya merem-melek. Kemudian ia menarik b*tang kem*luanku di antara jepitan gunung kembarnya. Wahh… nikmat juga rasanya, aku pun memaju-mundurkan pant*tku layaknya orang yang sedang bers*tubuh.
“Bagaimana rasanya sayang…” tanyanya manja dan memandangku sinis.
“Aahhh… mmmm… ssss nikmat sayang…” ia pun tertawa kecil.
Ia merapatkan lagi gunungnya sehingga rasanya semakin nikmat saja.
“Uuahhh… nikkmattt sayangg…!” erangku.
Ia hanya tersenyum melihat mukaku yang merah dan terengah menahan nikmat.
“Rasain… habis kamu nakal sih…” katanya.
“Tapi lebih… nikmat mem*kmu sayang.”
“Hush…” katanya.
Gerakanku semakin cepat, aku ingin segera mencapai puncak yang nikmat.
“Uuhhh… uhhh… mmm… arghh…” erangku tertahan.
Tak lama aku merasa hampir keluar.
“Sayy… aku hampir nyampe nihh…” d*sahku.
“Keluarin aja Ndra… pasti nikmatt…”
Tak lama b*tang kem*luanku berdenyut dan…
“Crottt… crutt…”
“Uuahhh… hemmm… ssshh!” nikmat sekali rasanya.
Sp*rmaku memancar dengan deras dan banyak.
“Ooohh…” gumamku.
Sp*rmaku memancar membasahi leher Ema yang jenjang dan mengena juga janggut dan bibirnya.
“Ihhh… baunya aneh ya..”
Aku pun lemah tak berdaya, kukecup keningnya, “Cup! I love you Sayang…” Sejak itulah kami sering melakukannya, baik di mobil maupun pada di sebuah gubuk di hutan kala kami berburu bersama.